Jumat, 16 Maret 2012

Ayahku Tukang Pos

       Hai, perkenalkan namaku Arlita Widaniasari, umurku 15 tahun. Aku punya seorang adik perempuan namanya Lila Kanida umurnya baru 8 tahun. Aku hanya hidup dengan sederhana, tanpa mobil, tanpa handphone, dan kami hidup berkecukupan walau tanpa semua barang mewah itu. Ibuku sudah lama meninggal saat aku berumur 13 tahun, Ayahku hanya seorang tukang pos, tetapi aku tetap bangga dengan ayahku. Aku bersekolah di SMP Negeri Bongalawa kelas 3 SMP, aku mendapat beasiswa karena rangkingku selalu nomor 1.
       Hari ini hari Senin, saatnya aku, Ayah dan adik berangkat. Aku membonceng adikku mengendarai sepedah menuju sekolahannya di SD Negeri Maratapa yang 1 arah dengan sekolahku, sedangkan ayahku mengendarai sepedah ontel tuanya menuju Kantor Pos Pusat Kota yang letaknya 5km dari rumah kami.
       Setelah selesai mengantarkan adikku, aku melanjutkan perjalananku menuju sekolah. Pukul 6:25 aku sudah berada disekolah dan menuju kelas 9C sambil berlari karena kurang 5 menit lagi upacara akan dimulai. Setelah berpanas-panasan selama 20menit, akhirnya upacara pun selesai dan aku kembali menuju kelasku.
       Pelajaran pertama hari ini adalah Matematika, Bu Emi sudah berada didepan kelas dan siap untuk mengajar kelas 9C hari ini. "Ok well student, before we start our lesson let's pray together, pray start" kata bu Emi sambil memimpin do'a. "Finish" ucap beliau saat mengakhiri do'a. Pelajaran Matematika hari ini cukup melelahkan, aku sangat lapar dan ingin segera melahap bekal yang sudah ku bawa dari rumah, tetapi bel tanda istirahat belum berbunyi.
       Teeeet. Akhrinya bel tanda istirahat yang kunanti datang juga, aku lantas membuka isi bekal yang sudah disiapkan ayah sejak tadi pagi, aku melahapnya dengan senang. "Lit, enggak kekantin?" tanya Airin tiba-tiba, "Enggak usah deh Rin, hari ini aku bawa bekal dari ayah :)" jawabku sambil tersenyum. "Kamu mah enggak pernah enggak bawa bekal dari ayahmu Lit" kata Airin dengan wajah manyunnya. Itulah kebiasaan Airin jika dia sedang sebal denganku dengan cara memanyunkan bibirnya yang membuatku tertawa.
        Saat akan menuju kamar mandi sekolah, aku melihat seorang tukang pos yang mirip sekali dengan ayahku, tukang pos itu sedang mengirimkan surat untuk Kepala Sekolahku, "Itu ayah bukan yaa?" gumamku dalam hati, "Oiyaa itu ayah" kataku dengan lirih. "Ayaaaah" sapaku pada orang itu, dan orang itupun menoleh kearahku kemudian pandangannya kembali menghadap depan dan mempercepat jalannya dengan setengah berlari. Aku sangat heran dan aku bingung, apakah benar dia ayahku? Tapi mengapa ayah tidak membalas sapaanku? Bel tanda masuk pun telah berbunyi, lalu aku kembali menuju kelas.
       Setelah pelajaran terakhir usai, aku pun pulang dan tak lupa aku menjemput adikku disekolahnya. Sesampainya dirumah badanku terasa capek sekali. Sungguh, kurasa hari ini lah hari yang ku rasa sangat berat saat aku menjalaninya, tetapi berkat Ayah, Adik, dan semua sahabat-sahabatku aku tetap bersemangat.
       Pukul jam 5 tepat ayah sampai dirumah dan langsung memarkirkan sepedah tuanya dihalaman depan rumah kami. "Ayah pulang" kata ayah sambil merebahkan dirinya dikursi ruang tamu rumah kami. "Ayah sudah pulang? Ini tehnya Yah" jawabku sambil tersenyum dan memberikan secangkir teh hangat untuk ayah. "Terimakasih yaa nduk" kata ayah. "Sama-sama Yah. Yah, Lita boleh tanya sesuatu sama ayah enggak Yah?" tanyaku pada ayah, "Boleh, tanya apa nak?" kata ayah, "Ayah tadi mengirim surat untuk Kepala Sekolah Lita yaa Yah?" kataku, "Kok Lita tau?" kata ayah, "Ya tau lah Yah, tapi kenapa ayah enggak menjawab sapaan Lita?" tanyaku dengan heran, "Begini nduk, bukannya ayah tidak mau menjawab sapaanmu, tetapi ayah takut kamu malu dengan teman-temanmu, ayah takut kamu malu jika ayah kamu ini hanya seorang tukang pos" jawab ayah dengan miris, "Yah, Lita enggak pernah malu mempunyai ayah seperti ayah, justru Lita bangga dengan ayah. Ayah bekerja keras demi anak-anaknya, ayah tidak pernah mengeluh sedikitpun, dan Lita akan selalu tetap bangga dengan ayah" kataku. "Iyaa yah, Lila juga bangga punya ayah seperti ayah, setiap pagi ayah menyempatkan diri untuk membuat bekal untuk aku dan mbak Lita, tidak setiap ayah bisa menjadi seperti ayah" tambah Lila yang tidak sengaja mendengarkan percakapanku dengan ayah. "Terimakasih yaa anak-anakku.. Ayah juga bangga dengan kalian, karena kalian bisa menjadi anak yang hebat walau kalian hanya hidup dengan ayah dan tanpa ibu kalian" jawab ayah dengan mata bekaca-kaca. "Lita sama Lila tidak akan pernah malu mempunyai ayah seorang tukang pos, selama pekerjaan itu masih menghasilkan uang yang halal Yah" kataku sambil menangis dan memeluk ayahku disusul adikku yang juga menangis sambil memeluk ayahku.


*note: " Apapun pekerjaan ayahmu, tetap hargailah jerih payah beliau. Karena beliaulah yang selama ini bekerja keras demi kalian, demi menyekolahkan kalian, demi memberikan yang terbaik untuk kalian :) "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar